DPD LPLHI Kota Tasikmalaya Dukung Penertiban Bangunan di Sepanjang Sungai Cimulu: Evaluasi Kritis terhadap Kinerja UPTD PSDA WS Citanduy

 


Kota Tasikmalaya, 29 Juli 2025 — zona TV 


Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia (DPD LPLHI) Kota Tasikmalaya, Asep Devo, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah dalam menertibkan bangunan-bangunan yang berdiri di atas alur dan sempadan Sungai Cimulu. Penertiban ini dinilai sebagai langkah tepat dalam menegakkan supremasi hukum lingkungan hidup dan tata ruang, serta menyelamatkan fungsi ekologis kawasan sungai yang selama ini terdegradasi akibat alih fungsi ruang yang tidak sesuai peruntukannya.

“Sudah seharusnya kawasan aliran sungai, termasuk bantaran dan sempadannya, dikembalikan pada fungsi awal sebagai ruang konservasi dan pengendali banjir. DPD LPLHI Kota Tasikmalaya mendukung penuh langkah tegas dan proporsional dari pemerintah untuk melakukan penertiban terhadap bangunan yang melanggar,” ujar Asep Devo.

Namun demikian, terdapat dinamika yang cukup menggelitik nalar publik. Salah satu pemilik bangunan yang berada di atas aliran Sungai Cimulu dikabarkan, melalui salah satu media massa, mengklaim telah mengantongi izin dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini melalui UPTD Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (PSDA WS) Citanduy.

“Kami menilai, apabila klaim tersebut benar adanya, maka hal ini menjadi ironi besar dalam konteks tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup dan penegakan hukum. Bagaimana mungkin sebuah institusi teknis di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru diduga memberikan izin terhadap aktivitas pembangunan di atas sungai, yang jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan?” tegas Asep Devo.

Dasar Hukum Larangan Mendirikan Bangunan di Sungai dan Sempadan

Penertiban bangunan yang berdiri di atas sungai maupun sempadan sungai bukan tanpa dasar. Sejumlah regulasi tegas melarang hal tersebut, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa:
    “Setiap orang dilarang membangun bangunan yang mengakibatkan terganggunya fungsi sungai dan/atau menimbulkan pencemaran serta kerusakan sumber daya air.”

  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 52 ayat (1) menyatakan:
    “Setiap orang dilarang mendirikan bangunan di sempadan sungai, kecuali untuk kepentingan pengamanan dan pengelolaan sungai.”

  3. Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, yang mengatur ketentuan sempadan sungai dengan jarak minimal 10 sampai 50 meter dari tepi sungai, tergantung klasifikasi sungai.

  4. Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya Tahun 2011–2031, di mana kawasan sempadan sungai ditetapkan sebagai kawasan lindung, sehingga tidak diperkenankan ada aktivitas pembangunan fisik permanen.

  5. Peraturan Wali Kota Tasikmalaya Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang, yang secara teknis menjabarkan larangan serta sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang, termasuk pembangunan di kawasan lindung dan sempadan sungai.

  6. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 42 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kawasan Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS), yang memperkuat regulasi tentang pelarangan bangunan permanen di kawasan konservasi air dan aliran sungai.

Kritik terhadap Kinerja UPTD PSDA WS Citanduy

Menanggapi dugaan pemberian izin dari UPTD PSDA WS Citanduy kepada pemilik bangunan yang berada di atas Sungai Cimulu, Asep Devo menyampaikan bahwa langkah tersebut sangat bertentangan dengan semangat konstitusi dan cita-cita pembangunan berkelanjutan.

“UPTD PSDA WS Citanduy seharusnya melaksanakan amanah Undang-Undang, bukan malah justru diduga mengeluarkan izin yang melanggar prinsip kehati-hatian lingkungan (precautionary principle). Ini menjadi alarm keras bagi Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, S.H., M.M., untuk mengevaluasi kinerja lembaga di bawahnya yang justru berpotensi merusak misi besar beliau dalam menjaga tata kelola lingkungan hidup,” tegasnya.

DPD LPLHI Kota Tasikmalaya mendesak agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka secara transparan dokumen-dokumen perizinan yang diklaim oleh pihak pemilik bangunan. Selain itu, perlu adanya audit lingkungan dan legalitas atas seluruh bangunan yang berdiri di sepanjang alur Sungai Cimulu, untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang diabaikan.

Penutup: Penegakan Hukum Harus Konsisten dan Tidak Tebang Pilih

Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang bergerak dalam advokasi lingkungan, DPD LPLHI Kota Tasikmalaya menyerukan agar penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dan lingkungan hidup tidak boleh tebang pilih.

“Kami akan terus mengawal proses ini dengan mengedepankan prinsip keadilan ekologis. Bangunan yang melanggar harus ditertibkan tanpa memandang latar belakang siapa pemiliknya. Demi keberlangsungan fungsi ekologis Sungai Cimulu dan keselamatan masyarakat Kota Tasikmalaya secara umum,” pungkas Asep Devo.


Diterbitkan Oleh ;

Pimpinan Redaksi zona TV: CEVI SUPRIATNA, S.H.


Lebih baru Lebih lama