gambar ilustrasi
Tasikmalaya, 6 Agustus 2025 – zona TV
Pembangunan infrastruktur pendidikan seharusnya menjadi simbol kemajuan dan perwujudan keadilan pembangunan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Namun, lain halnya dengan rencana pembangunan SMA Negeri 11 di Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya yang menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, organisasi masyarakat (ormas), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat.
Ajang Firman, salah satu tokoh masyarakat Bungursari, dengan tegas menyampaikan kritik keras terhadap rencana pembangunan tersebut. Dalam keterangannya kepada awak media, ia mempertanyakan kejelasan prosedur dan kelengkapan prasarana umum yang seharusnya menjadi bagian integral dalam pembangunan fasilitas pendidikan.
"Patut diduga rencana pembangunan SMA Negeri 11 ini tidak disertai dengan fasilitas umum yang memadai, terutama dalam hal akses jalan. Kepala sekolah dan pihak Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan terkesan terburu-buru dan kurang transparan kepada publik," ujar Ajang Firman.
Lebih lanjut, ia menyoroti kejanggalan dalam pemilihan lokasi pembangunan yang justru dikelilingi oleh lahan milik pribadi. Menurutnya, tanpa adanya kepastian mengenai akses jalan umum yang legal dan permanen, keberadaan sekolah tersebut akan sangat rentan terhadap konflik kepemilikan lahan di masa mendatang.
“Pembangunan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, memiliki standar wajib untuk menyediakan fasilitas umum (fasum). Jika akses jalan berada di atas lahan pribadi dan pemiliknya sewaktu-waktu menutup akses tersebut, maka secara praktis SMA Negeri 11 akan terisolasi,” tambahnya.
Kekhawatiran yang sama juga disuarakan oleh beberapa ketua Ormas dan LSM yang tergabung dalam Aliansi Bungursari. Mereka menduga terdapat kejanggalan dalam penentuan lokasi dan proses perencanaan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip dasar penataan ruang dan kepentingan publik.
“Ada apa dengan pemerintah? Mengapa penentuan lokasi begitu sembrono? Kami curiga ada udang di balik batu. Ini menyangkut kepentingan jangka panjang pendidikan anak bangsa. Jika lahan-lahan pribadi di sekitarnya ditutup, lalu bagaimana siswa dan guru bisa mengakses sekolah?” ungkap salah satu ketua LSM Kecamatan Bungursari.
Tinjauan Regulasi dan Ketentuan Hukum
Perlu dicermati bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum dan perencanaan tata ruang yang jelas. Hal ini diatur dalam sejumlah regulasi, antara lain:
-
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa "setiap pembangunan infrastruktur wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan mempertimbangkan aspek kelayakan lokasi serta keberlanjutan lingkungan". -
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Pasal 10 menyebutkan bahwa pembangunan fasilitas pendidikan merupakan bagian dari kepentingan umum yang mewajibkan tersedianya akses yang sah dan legal bagi publik. -
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah
Poin penting dalam peraturan ini mewajibkan tersedianya fasilitas pendukung seperti jalan akses, lahan parkir, serta fasilitas umum lain sebagai bagian dari kelayakan operasional sekolah. -
Peraturan Wali Kota Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya
Dalam perwal tersebut ditegaskan bahwa pembangunan infrastruktur publik, termasuk pendidikan, harus mengacu pada zonasi tata ruang yang ditetapkan serta wajib memperhatikan keberadaan akses jalan umum, drainase, dan kemudahan transportasi.
Permintaan Transparansi dan Evaluasi Ulang
Menyikapi polemik ini, masyarakat Bungursari mendesak Pemerintah Kota Tasikmalaya, khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), KCD XII Tasikmalaya untuk segera membuka informasi selengkapnya terkait status lahan, rencana akses jalan, serta kajian kelayakan lingkungan dari pembangunan SMA Negeri 11 tersebut.
Kritik ini bukan semata-mata bentuk penolakan, melainkan panggilan moral untuk menjunjung tata kelola pembangunan yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan publik. Penyelenggaraan pendidikan yang baik tidak hanya terletak pada bangunan fisik, tetapi juga menyangkut aksesibilitas, legalitas, dan keadilan ruang.
Catatan Redaksi:
Transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur pendidikan adalah kunci untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Kami akan terus mengawal isu ini hingga pemerintah memberikan penjelasan yang terang dan komprehensif kepada masyarakat.